Wednesday, March 28, 2007

Sekilas Potret Teater di Indonesia

Festival Teater Anak-Anak Tingkat Dunia ke-9 yang diadakan di Lingen, Jerman, pada tanggal 14 - 21 Juli 2006, diikuti oleh perwakilan teater anak-anak dari 24 negara. Dari hasil festival tersebut tim dari Indonesia yang diwakili oleh Teater Tanah Air (TTA), berjumlah 14 anak dan 9 orang panitia, telah mendapat penghargaan sebagai TIM TERBAIK dengan 14 medali emas.
TTA menampilkan alur cerita yang ditulis oleh Putu Wijaya dan disutradarai oleh pendiri dari TTA, Jose Rizal Manua. TTA didukung pula oleh tim sukses yang terdiri dari Santi Diansari sebagai pimpinan proyek, Peggy Melati Sukma sebagai project officer dan juru bicara, Garin Nugroho sebagai penasehat, Alika Chandra sebagai pimpinan produksi, serta beberapa personil lainnya.
Semua kelompok teater yang mengikuti festival ini memiliki prestasi terbaik dari tingkat dunia dan berhasil lolos seleksi dari 60 teater anak-anak di seluruh dunia. Teater Tanah Air dapat lolos seleksi pada tahun 2004 dengan menjuarai festival teater anak-anak tingkat Asia Pasifik di Jepang, dan pada kesempatan tersebut telah berhasil mendapatkan medali emas, sehingga dapat masuk sebagai anggota Organisasi Amatir Teater International.
Sampai sekarang pun teater binaan Jose Rizal Manua ini secara rutin tampil di berbagai negara sebagai tamu yang diundang untuk dapat menampilkan karya-karya yang khas dari dunia anak-anak, namun karena para pemainnya masih merupakan siswa sekolah maka tidak semua undangan dari berbagai negara itu terpenuhi, disesuaikan dengan jadwal pendidikan para pemainnya.

Friday, March 23, 2007

Self Defense (Hosinsul)


Hosinsul (self defense) is one of the four principles of taekwondo. Although taekwondo is a "self defense" sport in itself, it focusses on high and spinning kicks which are not very suitable for real life (street) application.

Hosinsul is a mixture of all kinds of techniques, including grappling/locks as well as depending against armed attackers etc. Self defense is something that cannot be practised alone. You will need a partner that has equal strength. You will learn how to react (and how not to react), proper freeing techniques, locks and strangling techniques. The following techniques are generally (this is not a rule, of course) practised (where the opponent either uses his body (i.e. hands), a knife or a stick): Control techniques Freeing techniques (Paegi) Termination techniques You will often see a big resemblance between the self defense techniques used in taekwondo and those applied in Hapkido.

Tuesday, March 20, 2007

Prestasi dan Semangat Berlatih

Untuk mencapai prestasi terbaik, dan meraih juara bukanlah hal yang mudah. Berlatih dan berlatih tanpa mengenal lelah adalah kunci sukses meraih kemenangan. Filosofi itulah yang dicamkan oleh seorang Lamting mantan taekwondoin nomor satu Indonesia. Nama Lamting seakan menjadi momok bagi taekwondoin lainnya di tanah air. Ia sukses menjadi juara nasional kelas welter sejak tahun 1984 hingga 1993. “Pengalaman telah membuktikan tanpa kerja keras mustahil kita bisa meraih yang terbaik,” kata Lamting saat mengenang masa kejayaannya di cabang olahraga beladiri asal Korsel ini. Atas Keseriusan nya itulah Lamting bukan hanya sekadar atlit yang disegani di dalam negeri. Prestasinya di luar negeri pun cukup mengagumkan dan patut dibanggakan. Kungfu adalah olahraga pertama yang digeluti Lamting sebelum berkiprah di Beladiri taekwondo. Ia masih ingat saat berusia 11 tahun berupaya mendalami olahraga yang berasal dari negeri tirai Bambu China. Kungfu memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan olahraga beladiri lainnya dan sangat populer bahkan sering diputar di layar lebar. Namun keinginannya untuk lebih mendalami olahraga tradisional China sedikit mengalami hambatan. Pasalnya pada waktu itu sulit mencari klub atau perkumpulan Kungfu di Indonesia. Untuk itulah Lamting sengaja alih ke beladiri Taekwondo yang ternyata cukup diminati waktu itu. “Kungfu saat itu digabung dengan IPSI, dan saya terpaksa beralih ke taekwondo karena memiliki perkumpulan yang cukup banyak di Bandung,” kata Lamting yang memiliki tinggi badan 182 sentimeter. Di usia nya yang ke-14 tahun Lamting , mulai memperdalam ilmu dan teknik beladiri yang berasal dari negeri Ginseng Korea. Bisa dibilang karier taekwondonya dirintis dari bawah sekali, dan butuh waktu empat tahun untuk mencapai suatu puncak prestasi. Berlatih dan berlatih tanpa mengenal lelah adalah kunci sukses meraih kemenangan. Filosofi itulah yang dicamkan oleh seoarang Lamting yang sukses menjdi Juara Nasional Taekwondo kelas welter sejak tahun 1984 hingga 1993. ”Pengalaman telah membuktikan tanpa kerja keras mustahil kita bisa meraih yang terbaik,” kata Lamting saat mengenang masa kejayaannya di Olahraga Beladiri Taekwondo. Atas Keseriusan nya itulah Lamting bukan atlit yang dapat dipandang sebelah mata oleh setiap lawan. Prestasi tertinggi yang diraihnya, runner-up Kejuaraan dunia 1993 di Jerman, merupakan bukti kesuksesannya menekuni olahraga Beladiri Taekwondo. ”Saya sangat bangga menjadi taekwondoin, karena berkat inilah saya bisa terjun di dunia layar lebar hingga kini,” katanya. Keberadaan Pelatih sangat mempengaruhi motivasi untuk berlatih. Dengan pelatih berkualitas dan atlit yang memiliki potensi maka prestasi tertinggi pasti diraih. Menurut Lamting kadang atlit memiliki bakat dan kemauan, namun sayangnya tidak didukung pelatih yang baik. Gambaran pelatih yang baik menurut Lamting mengetahui bakat atlit dan mengembangkan dengan strategi praktis.Jika keberadaan pelatih hanya menangani tekhnik tentu sangat mubazir. Begitu pula kalau atlit memiliki stamina baik tetapi pelatih tidak mempertajam kematangan tekhnik atau strategi pertandingan dan tentunya sulit untuk berkembang. Ia pun menyebut nama Bunawan yang saat ini Guru Sekolah Menengah Pertama di Bandung adalah kunci keberhasilannya dalam meraih sukses. “Saya sangat berterima kasih dengan Pak Bun , karena berkat dialah saya bisa meraih prestasi tertinggi di Taekowndo,” kata Lamting. Pengalaman telah mengajarkan, tanpa kerja keras seorang atlit tidak bisa mencapai hasil terbaik.Belum puas menjadi Juara nasional, Lamting bertekad meraih prestasi di tingkat Internasional. Ayah dari Calvin ini memang tidak harus menunggu usia senja untuk mundur dari dunia Olahraga yang telah membawanya sebagai duta bangsa ,di arena internasional. Di usianya yang ke-28 tahun, Lamting mundur dari Taekwondo karena sulit bersaing dengan Taekowndoin waktu itu. ”Saya sengaja memilih mundur di usia 28 untuk memberikan kesempatan kepada pendatang baru,” katanya. Meskipun telah meninggalkan taekwondo, Lamting merasa tetap masih menerapkan ilmu beladiri melalui Film Layar lebar. Cukup banyak film layar lebar yang dibintanginya antara lain Saur Sepuh, Babad tanah leluhur, Kamandhaka, Jaka Sembung dan Deru Debu. Lamting juga sedikit mengkritik sistem Pembinaan atlit Taekwondo sekarang.bahkan ia menilai sistem pembinaan belum merata jika dibanding masa - masa nya masih menjadi Taekowndoin. ”Pola Pembinaan harus lebih ditingkatkan keseriusannya .dan jika itu diterapkan, saya optimis Taekwondo Indonesia mampu mengukir prestasi lebih baik lagi.Selain menekuini layar Lebar Lamting mantan Presenter Mix Martial Art di TPI dan RCTI kini tengah disibukkan dengan keberadaan Sekolah Taekwondo (dojang). Bersama sejumlah Mantan Taekwondoin, seperti dede Jusuf, Yefi Triadji Lamting mendirikan dojang di kawasan Pintu IV Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta yang bertajuk Champion Taekwondo Club.)

sumber:komite olahraga nasional

Sunday, March 4, 2007

Fenomena Kesehatan Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia atau yang biasa kita sebut NKRI telah merdeka dari tahun 1945, sudah lebih dari enam puluh tahun Indonesia merdeka tetapi belum ada perubahan yang berarti dalam berbagai bidang, baik ekonomi, sosial, politik maupun kesehatan. Mengapa kita dapat mengatakan demikian? Hal ini jelas terlihat bila kita membandingkannya dengan Negara Jepang di tahun yang sama yaitu tahun 1945 negara Sakura tersebut dibom atom, yang berarti mereka memulai segala sesuatunya dari nol, berbeda dengan kita yang tidak mengalami kerusakan alam sedikitpun pada waktu itu. Namun mengapa bila kita bandingkan dengan Indonesia sekarang di tahun 2007, kita tertinggal begitu jauh ibarat seorang manusia, Jepang telah menguasai ilmu untuk berlari sedangkan Indonesia masih sibuk dengan merangkak dan tidak pernah berdiri sedikit pun. Banyak pihak terutama dari kalangan pemerintah yang mengatakan bahwa kesulitan utama yang dialami bangsa kita adalah jumlah penduduk yang begitu besar bila dibanding dengan Negara lain dalam hal ini katakanlah Jepang. Namun apakah persoalan ini tidak dapat diatasi dalam waktu enam puluh tahun belakangan ini? Sungguh ironis disaat membludaknya populasi rakyat Indonesia yang makin membuat kemiskinan menjadi sahabat dekat bangsa kita, disaat itu pula banyak orang-orang yang notabenenya disini para pengambil keputusan dan para penguasa tidak memihak sama sekali kepada rakyat atau bahkan lebih terlihat mencaplok bangsanya sendiri.
Hal-hal seperti inilah yang membuat kita, bangsa Indonesia, tidak pernah siap dalam bidang apapun untuk menjadi bangsa yang mandiri termasuk dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial. Saat ini Indonesia menjadi salah satu sumber tenaga kerja di bidang kesehatan khususnya perawat dalam ruang lingkup internasional. Hal ini masih sebatas karena upah para pekerja Indonesia yang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan upah pekerja dari Negara lain seperti Philipina. Namun hal inilah yang menjadi cambuk bagi para praktisi dan para pendidik di bidang keperawatan untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan baik di luar maupun di dalam negeri.
Masalah yang sangat mendasar dalam usaha perbaikan mutu pelayanan keperawatan adalah adanya dualisme dalam penyelenggaraan pendidikan untuk menjadi perawat. Departemen Kesehatan yang banyak mendirikan Akper yang para siswanya berasal dari masyarakat umum di rumah sakit milik pemerintah merupakan sebuah bentuk pelanggaran undang-undang yang tidak disadari atau mungkin pura-pura tidak sadar, karena dalam undang-undang pendidikan jelas tertulis bahwa hanya Departemen Pendidikan yang secara legal boleh menyelenggarakan pendidikan untuk masyarakat umum, dan departemen atau kedinasan lain hanya boleh menyelenggarakan pendidikan semata-mata untuk kepentingan mereka sendiri dan pesertanya juga harus dari kalangan mereka sendiri dan bukan masyarakat umum, salah satu contoh pendidikan yang boleh diselenggarakan oleh departemen selain Departemen Pendidikan adalah dalam bentuk diklat-diklat yang bertujuan meningkatkan kualitas para pegawai di departemen atau kedinasan tersebut jadi pesertanya pun para pegawai dari departemen atau kedinasan tersebut dan bukan masyarakat umum. Lagi-lagi hal ini disebabkan oleh oknum yang menyalahgunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk mengeruk keuntungan dan mengabaikan kepentingan masyarakat luas. Dualisme dalam tubuh kependidikan keperawatan ini sungguh menjadi dilema yang sangat menghambat perkembangan kualitas pelayanan keperawatan itu sendiri.
Namun bagaimana pun bila kita bandingkan antara perkembangan pelayanan kesehatan dengan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia secara luas akan terlihat suatu fenomena yang cukup aneh, karena ternyata berkembangnya mutu pelayanan kesehatan di klinik-klinik dan rumah sakit-rumah sakit di Indonesia tidak diiringi dengan meningkatnya tingkat kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit-penyakit infeksi dan menular cenderung meningkat di masyarakat seperti demam berdarah, malaria, dan yang sedang popular saat ini yaitu flu burung meningkat dengan cepat dan makin banyak memakan korban, di samping itu penyakit-penyakit seperti polio pun mulai berjangkit kembali setelah sekian lama tidak menjangkiti masyarakat kita. Begitu banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan dalam suatu masyarakat, karena kesehatan merupakan makna dasar suatu kehidupan dan begitu banyak aspek yang mempengaruhi kehidupan itu sendiri sehingga dapat mempengaruhi keadaan kesehatan suatu masyarakat serta individu-individu yang ada di dalamnya. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor ekonomi, sosial, politik, dan pelayanan kesehatan tentunya, mari kita kupas lebih dalam lagi setiap faktor-faktor tersebut.
Indonesia terkenal di mata dunia sebagai Negara yang senang berhutang pada bank dunia, hal ini dijadikan senjata oleh para kaum kapitalis yang ingin mencaplok Indonesia dengan cara memberikan pinjaman-pinjaman finansial yang membuat para pejabat kita meneteskan air liur keserakahan mereka, padahal pada hakikatnya Indonesia tidak membutuhkan pinjaman-pinjaman yang hanya membuat anak cucu kita dibebani hutang yang mereka sendiri tidak merasakan manfaatnya, dan pada akhirnya pemerintah tidak mampu membayar kembali hutang-hutang tersebut dan dengan ringannya mereka (pemerintah) menjual aset-aset Negara kepada pihak asing untuk melunasi hutang kepada pihak yang juga membeli aset Negara tadi. Benar-benar hanya rakyat Indonesia-lah yang tinggal menikmati mahalnya listrik, air minum, dan jasa telekomunikasi yang telah berpindah tangan ke pihak asing. Dari sinilah semua penderitaan masyarakat Indonesia dimulai, bagaimana mungkin tingkat kesehatan meningkat jika untuk memenuhi kebutuhan primer seperti air bersih, makanan yang layak, dan berbagai kebutuhan sehari-hari sudah sangat sulit, bagaimana mungkin tingkat kesehatan akan meningkat bila untuk mandi, cuci, dan kakus saja harus menggunakan air sungai yang penuh dengan sampah dan bibit penyakit karena air bersih begitu mahal untuk didapat.

Thursday, March 1, 2007

Cerita Saja

sebuah kisah pada suatu masa
dimana seorang pemuda beranjak dewasa
ingin menggapai apa yang ada dalam asa
meskipun tahu harus mengorbankan miliknya

gelombang ombak menghempas batu karang
membawa buih ke tepi bertemu pasir pantai
tanpa sadar membuat sang pemuda dekat dengan harapan
meski perih menghadang namun tak jua gentar tuk menerjang

seketika terdiam terpaku hanya diam membisu
detak jantung tiada irama tak karuan dibuatnya
hanya mata dapat terbuka tanpa mulut yang berkata
hati bimbang tak mengerti apa arti semua ini'

sedikit demi sedikit mulai terasa
loncatan asa dari dalam dada
ahh... mungkin ini yang orang banyak bicarakan
tentang hati yang lelah berlayar
namun tanpa sengaja menemukan sebuah dermaga