Sunday, March 4, 2007

Fenomena Kesehatan Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia atau yang biasa kita sebut NKRI telah merdeka dari tahun 1945, sudah lebih dari enam puluh tahun Indonesia merdeka tetapi belum ada perubahan yang berarti dalam berbagai bidang, baik ekonomi, sosial, politik maupun kesehatan. Mengapa kita dapat mengatakan demikian? Hal ini jelas terlihat bila kita membandingkannya dengan Negara Jepang di tahun yang sama yaitu tahun 1945 negara Sakura tersebut dibom atom, yang berarti mereka memulai segala sesuatunya dari nol, berbeda dengan kita yang tidak mengalami kerusakan alam sedikitpun pada waktu itu. Namun mengapa bila kita bandingkan dengan Indonesia sekarang di tahun 2007, kita tertinggal begitu jauh ibarat seorang manusia, Jepang telah menguasai ilmu untuk berlari sedangkan Indonesia masih sibuk dengan merangkak dan tidak pernah berdiri sedikit pun. Banyak pihak terutama dari kalangan pemerintah yang mengatakan bahwa kesulitan utama yang dialami bangsa kita adalah jumlah penduduk yang begitu besar bila dibanding dengan Negara lain dalam hal ini katakanlah Jepang. Namun apakah persoalan ini tidak dapat diatasi dalam waktu enam puluh tahun belakangan ini? Sungguh ironis disaat membludaknya populasi rakyat Indonesia yang makin membuat kemiskinan menjadi sahabat dekat bangsa kita, disaat itu pula banyak orang-orang yang notabenenya disini para pengambil keputusan dan para penguasa tidak memihak sama sekali kepada rakyat atau bahkan lebih terlihat mencaplok bangsanya sendiri.
Hal-hal seperti inilah yang membuat kita, bangsa Indonesia, tidak pernah siap dalam bidang apapun untuk menjadi bangsa yang mandiri termasuk dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial. Saat ini Indonesia menjadi salah satu sumber tenaga kerja di bidang kesehatan khususnya perawat dalam ruang lingkup internasional. Hal ini masih sebatas karena upah para pekerja Indonesia yang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan upah pekerja dari Negara lain seperti Philipina. Namun hal inilah yang menjadi cambuk bagi para praktisi dan para pendidik di bidang keperawatan untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan baik di luar maupun di dalam negeri.
Masalah yang sangat mendasar dalam usaha perbaikan mutu pelayanan keperawatan adalah adanya dualisme dalam penyelenggaraan pendidikan untuk menjadi perawat. Departemen Kesehatan yang banyak mendirikan Akper yang para siswanya berasal dari masyarakat umum di rumah sakit milik pemerintah merupakan sebuah bentuk pelanggaran undang-undang yang tidak disadari atau mungkin pura-pura tidak sadar, karena dalam undang-undang pendidikan jelas tertulis bahwa hanya Departemen Pendidikan yang secara legal boleh menyelenggarakan pendidikan untuk masyarakat umum, dan departemen atau kedinasan lain hanya boleh menyelenggarakan pendidikan semata-mata untuk kepentingan mereka sendiri dan pesertanya juga harus dari kalangan mereka sendiri dan bukan masyarakat umum, salah satu contoh pendidikan yang boleh diselenggarakan oleh departemen selain Departemen Pendidikan adalah dalam bentuk diklat-diklat yang bertujuan meningkatkan kualitas para pegawai di departemen atau kedinasan tersebut jadi pesertanya pun para pegawai dari departemen atau kedinasan tersebut dan bukan masyarakat umum. Lagi-lagi hal ini disebabkan oleh oknum yang menyalahgunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk mengeruk keuntungan dan mengabaikan kepentingan masyarakat luas. Dualisme dalam tubuh kependidikan keperawatan ini sungguh menjadi dilema yang sangat menghambat perkembangan kualitas pelayanan keperawatan itu sendiri.
Namun bagaimana pun bila kita bandingkan antara perkembangan pelayanan kesehatan dengan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia secara luas akan terlihat suatu fenomena yang cukup aneh, karena ternyata berkembangnya mutu pelayanan kesehatan di klinik-klinik dan rumah sakit-rumah sakit di Indonesia tidak diiringi dengan meningkatnya tingkat kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit-penyakit infeksi dan menular cenderung meningkat di masyarakat seperti demam berdarah, malaria, dan yang sedang popular saat ini yaitu flu burung meningkat dengan cepat dan makin banyak memakan korban, di samping itu penyakit-penyakit seperti polio pun mulai berjangkit kembali setelah sekian lama tidak menjangkiti masyarakat kita. Begitu banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan dalam suatu masyarakat, karena kesehatan merupakan makna dasar suatu kehidupan dan begitu banyak aspek yang mempengaruhi kehidupan itu sendiri sehingga dapat mempengaruhi keadaan kesehatan suatu masyarakat serta individu-individu yang ada di dalamnya. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor ekonomi, sosial, politik, dan pelayanan kesehatan tentunya, mari kita kupas lebih dalam lagi setiap faktor-faktor tersebut.
Indonesia terkenal di mata dunia sebagai Negara yang senang berhutang pada bank dunia, hal ini dijadikan senjata oleh para kaum kapitalis yang ingin mencaplok Indonesia dengan cara memberikan pinjaman-pinjaman finansial yang membuat para pejabat kita meneteskan air liur keserakahan mereka, padahal pada hakikatnya Indonesia tidak membutuhkan pinjaman-pinjaman yang hanya membuat anak cucu kita dibebani hutang yang mereka sendiri tidak merasakan manfaatnya, dan pada akhirnya pemerintah tidak mampu membayar kembali hutang-hutang tersebut dan dengan ringannya mereka (pemerintah) menjual aset-aset Negara kepada pihak asing untuk melunasi hutang kepada pihak yang juga membeli aset Negara tadi. Benar-benar hanya rakyat Indonesia-lah yang tinggal menikmati mahalnya listrik, air minum, dan jasa telekomunikasi yang telah berpindah tangan ke pihak asing. Dari sinilah semua penderitaan masyarakat Indonesia dimulai, bagaimana mungkin tingkat kesehatan meningkat jika untuk memenuhi kebutuhan primer seperti air bersih, makanan yang layak, dan berbagai kebutuhan sehari-hari sudah sangat sulit, bagaimana mungkin tingkat kesehatan akan meningkat bila untuk mandi, cuci, dan kakus saja harus menggunakan air sungai yang penuh dengan sampah dan bibit penyakit karena air bersih begitu mahal untuk didapat.

No comments: