Wednesday, November 21, 2007

Essay LKSM dari TIM FIK UI (Ludi, Annisa, Doni, Rian, Nilandari, Dede)

Globalisasi seperti dua sisi mata uang, begitu banyak hal positif yang bisa didapat tapi di sisi lain tidak sedikit kerugian dan ketidakadilan yang kita dapatkan. Globalisasi menuntut perubahan pengaturan kebijakan perdagangan dan investasi sehingga para pemilik modal, teknologi dan tenaga kerja dapat berpindah dengan mudah antar wilayah negara. Di satu pihak globalisasi telah membawa berbagai kesempatan untuk pengusaha-pengusaha lokal yang tanggap dan siap memanfaatkan peluang. Tapi di lain pihak, globalisasi juga telah menerkam mangsa yang lemah dalam aspek pemanfaatan teknologi, penggunaan sumber kapital dan kepemilikan sumber daya manusia yang kapabel dan kompeten. Seorang pakar dunia dalam globalisasipun telah menyimpulkan bahwa globalisasi telah menimbulkan banyak kekecewaan karena efek berantai yang dihasilkannya di negara berkembang; meliputi kemiskinan, pengangguran, kepastian hidup, ketidakstabilan dan kerusakan lingkungan hidup.

Selayang pandang WTO

World Trade Organisation (WTO) atau Organisasi Pedagangan Dunia adalah badan antar-pemerintah, yang mulai berlaku 1 Januari 1995. Tugas utamanya adalah mendorong perdagangan bebas, dengan mengurangi dan menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan seprti tarif dan non tarif (misalnya regulasi); menyediakan forum perundingan perdagangan internasional; penyelesaian sengketa dagang dan memantau kebijakan perdagangan di negara-negara anggotanya.

WTO merupakan metamorfosis dari Perjanjian Umum Bea Masuk dan Perdagangan atau GATT (General Agreement on Tariff and Trade) yang didirikan tahun 1947, sebagai bagian dari kesepakatan di Bretton Woods, Amerika. Sejak 1947 ada delapan perundingan dagang dimana Putaran Uruguay adalah perundingan paling akhir yang terpanjang (berlangsung dari September 1986 hingga April 1994), rumit dan penuh kontroversi sebelum melahirkan WTO. Berbeda dengan GATT yang menyusun aturan main di bidang perdagangan internasional, tetapi bukan sebuah institusi; sementara metamorfosisnya yaitu WTO adalah sebuah institusi dengan aturan yang jelas serta daya penegakan yang kuat.

Dengan disahkan berdirinya WTO, maka semua kesepakatan perjanjian GATT kemudian diatur di dalam WTO plus isu-isu baru yang sebelumnya tidak diatur seperti perjanjian TRIPs (Hak atas Kekayaan Intelektual yang terkait dengan perdagangan), Jasa (GATS lihat penjelasan mengenai sector jasa), dan aturan investasi (TRIMs). WTO mempunyai anggota 149 negara serta 32 negara pengamat yang sudah mendaftar untuk jadi anggota.

Perjanjian WTO mengikat secara hukum. Negara anggota yang tidak mematuhi perjanjian bisa diadukan oleh Negara anggota lainnya karena merugikan mitra dagangnya, serta menghadapi sanksi perdagangan yang diberlakukan oleh WTO. Karena itu sistem WTO bisa sangat berkuasa terhadap anggotanya dan mampu memaksakan aturan-aturannya, karena anggota terikat secara legal (legally-binding) dan keputusannya irreversible artinya tidak bisa ditarik kembali.

Perjanjian-perjanjian itu antara lain Perjanjian Umum tentang Barang tariff dan barang (General agreement on Tariifs and Trade/GATT) yang merupakan perjanjian umum mengenai liberalisasi barang. Terdiri dari beberapa perjanjian lagi di bawahnya seperti pertanian, inspeksi perkapalan, pengaturan anti dumping; tekstil dan produk tekstil. Perjanjian Umum Perdagangan Jasa-jasa (General Agreement on Trade in Services/GATS). Dalam perluasan akses pasar sector jasa, setiap Negara menyusun komitmen liberalisasi dan jadwal pelaksanaan untuk ‘seberapa banyak’ pemasok jasa dari luar dapat memberikan jasanya di lokal. (lebih detail lihat informasi dasar mengenai Jasa). Hak atas Kekayaan Intelektual yang Terkait dengan Perdagangan (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights/TRIPS).


Fakta dan Realitas WTO

· WTO mempunyai mandat yang luar biasa dalam mengelola ekonomi global untuk kepentingan perusahaan multinasional (MNC) serta negara


MaMandat WTO adalah menciptakan, dan menjalankan peraturan perdagangan bebas menuju “dunia tanpa batas negara”. Akibatnya WTO mempunyai kekuasaan tidak hanya judisial tetapi juga legislatif. Artinya, hukum dan kebijakan nasional haruslah bersesuaian dengan perjanjian WTO, dan bila belum sesuai harus segera diubah.

· WTO adalah organisasi yang berbasiskan ‘aturan-aturan main atau rules’ yang merupakan hasil perundingan. Aturan tersebut disebut juga ‘perjanjian atau kesepakatan (agreements). Di atas kertas, perjanjian tersebut haruslah dihasilkan dari serangkaian perundingan yang yang dilakukan oleh semua Negara anggota, dan mencerminkan kebutuhan anggota (member driven). Realitasnya, perundingan dan penyusunan naskah awal kesepakatan ditentukan oleh faktor lain, yaitu kekuatan politik Negara-negara anggota. Di dalam WTO dikenal ada “power bloc” yang disebut quad terdiri dari Uni Eropa, Jepang, AS dan Canada. Walaupun pengambilan keputusan berdasarkan konsensus tetapi kekuasaan riel ada di tangan Negara-negara besar tersebut. Salah satu delegasi dari negara berkembang mengatakan, dalam proses menuju KTM Doha pada tahun 2001 misalnya, kita (negara-negara berkembang) disodori teks-teks “ajaib“, yang isinya muncul tiba-tiba dalam naskah awal tanpa ada perundingan sebelumnya. Tetapi di KTM Doha keadaannya lebih buruk, teks-teks bisa muncul tiba-tiba tanpa ada yang memasukkannya, dan pada hari terakhir sekeretariat WTO mengatakan “inilah hasil teks terakhir”.

· Arus barang, investasi dan jasa dibiarkan bebas tetapi arus teknologi dan tenaga kerja dibatasi, sementara dua hal terakhir diperlukan oleh negara sedang berkembang.

· Perjanjian WTO dianggap paling tinggi derajatnya oleh negara sehingga menegasikan semua perjanjian internasional lain, termasuk perjanjian lingkungan hidup. Demikian pula peran pemerintahan serta negara di tingkat local dan nasional dikalahkan oleh peran pasar dan perdagangan.

· Dapat diadakan pengaduan terhadap suatu negara (non-compliance) serta pengenaan sanksi berupa penalti dan retaliasi silang yang punya pengaruh luas.

· Disiplin dalam WTO mengikat secara hukum terhadap pemerintah yang sekarang maupun pemerintah di masa depan. Jadi meskipun sebuah partai politik oposisi kemudian menang, ia tidak bisa menjalankan kebijakan baru yang bertentangan dengan aturan-aturan WTO. Dengan demikian suatu negara tidak lagi mempunyai banyak pilihan kebijakan ekonomi.



Efek negative terhadap Negara lemah

Kesepakatan-kesepakatan di WTO ini bukan lagi hanya mengatur persoalan perdagangan, namun lebih jauh mengatur aspek-aspek hajat hidup manusia seluruh dunia contohnya produk AoA, kesepakatan di bidang pertanian sudah mengancam kedaulatan pangan di negara berkembang dan miskin. Hal ini disebabkan karena pertanian merupakan mata pencarian mayoritas negara miskin dan berkembang. Lebih jauh lagi pertanian di negara miskin dan berkembang berbeda secara karakteristik dengan negara maju. Karena di negara miskin dan berkembang berkaitan dengan masalah budaya yang dikerjakan secara kelompok keluarga, lebih difungsikan untuk kebutuhan sendiri dari pada sebagai komoditi perdagangan di negara maju.

Selain itu, WTO juga mengatur hak paten dan hak cipta dalam kesepakatan TRIPs.-Trade Related Intellectual Property Rights. Hal ini menyebabkan kekayaan budaya lokal akan musnah karena hanya menjadi komoditas perdagangan. Berkaitan dengan masalah hak paten di bidang pertanian, di negara maju sekarang ini memiliki perusahaan besar, Monsanto yang mengembangkan rekayasa genetika dibidang pertanian yang berakibat banyak petani dipenjara karena ketidaktahuan dalam mengembangkan inovasi dibidang pertanian. Hal ini sudah terjadi di Indonesia seperti yang diungkapkan Tempo Interaktif: Puluhan petani dan aktifis Masyarakat Peduli Petani (MPP) Kediri berunjuk rasa di bawah patung pejuang PETA, Suprijadi di Taman Sekartadji Kediri, Jawa Timur, Minggu (28/8). Mereka memprotes sikap arogan PT Benih Inti Subur Intani (BISI) Kediri yang telah menuntut hingga pengadilan memvonis hukuman penjara bagi Djumadi, 50 tahun, petani asal Desa Jobong, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri. Selain Djumadi, lima petani yang lain juga mendapat hukuman atas vonis Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri.

Di bidang jasa WTO mengatur kesepakatan dalam GATS-General Agreement on Trade in Services, dimana GATS juga mengatur sektor kebutuhan dasar yang seharusnya dilindungi oleh negara. Contohnya pendidikan dan kesehatan. Apabila liberalisasi pendidikan ini diterapkan, maka pendidikan hanya dapat dinikmati oleh sedikit orang yang memiliki kemampuan ekonomi. Pendidikan gratis untuk rakyat hanya menjadi impian. Di bidang yang lebih berorientasi kepada pasar. Sebagaimana sektor pendidikan, kesehatan juga merupakan hak dasar yang harus dilindungi oleh negara. Bilamana kebijakan diserahkan pada orientasi pasar maka orientasi pengembangan obat-obatan tidak lagi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada dimasyarakat contohnya penyakit-penyakit yang belum ditemukan obatnya contohnya AIDS, TBC, bahkan polio namun pengembangan lebih ditujukan pada orientasi pasar sehinngga seperti yang sekarang ini terjadi, misalnya obat-obatan pelangsing tubuh, pemutih kulit, yang tidak esensial bagi kebutuhan manusia.

1 comment:

Anonymous said...

Good for people to know.